-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Suarakan Keresahan Pekalongan, Kades Wonopringgo dan Ribuan Perangkat Desa Desak Pencabutan PMK 81 Demi Nasib Dana Desa

Kamis, 04 Desember 2025 7:18 AM WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-04T00:22:13Z
Suasana di ibu kota memanas siang ini, Kamis (4/12). Bukan karena cuaca, melainkan karena gelombang aspirasi yang dibawa oleh ribuan perangkat desa dari seluruh penjuru tanah air, termasuk delegasi dari Kabupaten Pekalongan. Mereka bersatu di Jakarta dengan satu misi utama: mendesak pemerintah pusat segera melakukan Pencabutan PMK 81 Tahun 2025.

PMK 81

Di antara ribuan massa tersebut, tampak Kepala Desa Wonopringgo, Slamet Haryanto, yang hadir mewakili suara desa-desa di wilayah Pekalongan. Kehadirannya bukan sekadar partisipasi seremonial, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap kelangsungan pembangunan di daerah. Para kepala desa ini tengah menanti konferensi pers gabungan tiga kementerian yang dijadwalkan pukul 13.00 WIB nanti.

Aksi damai dan lobi tingkat tinggi ini dipicu oleh terbitnya regulasi yang dinilai "mencekik" otonomi desa. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 secara mengejutkan membatalkan pencairan Dana Desa Tahap II untuk kategori non-earmark. Padahal, dana inilah yang selama ini menjadi andalan desa untuk membiayai kebutuhan mendesak yang tidak ditentukan spesifik oleh pusat.

Akar Masalah: Mengapa Desa Menjerit Karena PMK 81?


Bagi masyarakat awam, istilah teknis regulasi mungkin terdengar rumit. Namun, dampaknya sangat nyata di lapangan. Dana desa non-earmark adalah dana bebas yang memungkinkan pemerintah desa merespons masalah lokal dengan cepat, seperti perbaikan jalan desa yang rusak mendadak, santunan sosial, hingga operasional pelayanan administrasi.

Ketika aturan baru ini muncul, otomatis keran anggaran tersebut tertutup. Hal inilah yang memicu tuntutan keras untuk Pencabutan PMK 81. Tanpa pencabutan atau revisi total, pemerintah desa seolah kehilangan "tangan" untuk bekerja melayani warganya.

Para kepala desa menilai kebijakan ini tidak adil karena diterbitkan di tengah jalan, saat perencanaan pembangunan desa (APBDes) sudah berjalan. Perubahan mendadak ini membuat tata kelola keuangan di tingkat desa menjadi kacau balau. Inilah yang membuat Slamet Haryanto dan rekan-rekan seperjuangan dari Pekalongan rela menempuh perjalanan jauh ke Jakarta demi memperjuangkan hak warganya.

Ancaman Nyata Bagi Pembangunan Pekalongan


Jika Pencabutan PMK 81 tidak segera direalisasikan, dampaknya bagi Kabupaten Pekalongan akan sangat masif. Wilayah Pekalongan yang memiliki kontur geografis beragam—dari pesisir hingga pegunungan—sangat bergantung pada fleksibilitas Dana Desa. Banyak infrastruktur skala mikro yang perawatannya mengandalkan dana non-earmark tersebut.

Bayangkan jika ada jembatan desa yang putus atau saluran irigasi yang jebol di Petungkriyono atau Kandangserang, namun desa tidak bisa segera memperbaikinya karena dananya dikunci oleh aturan pusat. Kondisi ini tentu akan menghambat roda perekonomian desa dan menurunkan kualitas hidup masyarakat.

Slamet Haryanto menekankan bahwa perjuangan ini adalah upaya preventif. Para Kades tidak ingin dituduh tidak bekerja atau menelantarkan pembangunan hanya karena hambatan regulasi di pusat. Oleh karena itu, aspirasi daerah sangat bulat: aturan ini harus ditinjau ulang demi menyelamatkan sisa tahun anggaran berjalan.

Suara Lantang dari Lapangan


Dalam keterangannya di sela-sela aksi diplomasi di Jakarta, Slamet Haryanto menegaskan komitmennya. "Kami datang jauh-jauh dari Pekalongan bukan untuk kepentingan pribadi Kades. Ini murni untuk menyelamatkan pembangunan desa. Pencabutan PMK 81 adalah harga mati agar kami bisa kembali bekerja melayani masyarakat dengan tenang," ujarnya.

Pernyataan senada juga muncul dari berbagai organisasi desa yang turut hadir, seperti PAPDESI. Sebelumnya, mereka telah mendatangi Kementerian Keuangan dan bertemu Dirjen Perimbangan Keuangan, Askolani. Meski diskusi berjalan alot dan sempat deadlock, semangat para pejuang desa ini tidak surut.

Mereka juga telah "menggedor" pintu rumah dinas Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, untuk meminta dukungan politik. Solidaritas yang ditunjukkan oleh perangkat desa dari Pekalongan bersama rekan-rekannya se-Indonesia membuktikan bahwa isu ini adalah masalah sistemik yang butuh penanganan serius.

Menanti Keputusan Final Siang Ini


Kini, bola panas ada di tangan pemerintah pusat. Konferensi pers siang ini yang melibatkan Kemenkeu, Kemendes PDT dan Kemendagri akan menjadi penentu. Apakah pemerintah akan mendengarkan jeritan desa dengan mengumumkan Pencabutan PMK 81 atau justru tetap bersikukuh dengan kebijakan tersebut?

Ketua Umum DPP PAPDESI, Hj. Wargiyati, telah mengonfirmasi bahwa pertemuan lintas kementerian sedang berlangsung pagi ini untuk mematangkan keputusan. Harapan besar digantungkan agar hasil koordinasi tersebut berpihak pada keberlangsungan pemerintahan desa.

Bagi warga Kabupaten Pekalongan, hasil keputusan siang ini sangat krusial. Kepastian hukum terkait Pencabutan PMK 81 akan menentukan apakah pembangunan di desa-desa mereka bisa berlanjut lancar hingga akhir tahun atau terpaksa mangkrak karena ketiadaan anggaran. Kita tunggu kabar baik dari Jakarta.

Cek Berita dan Artikel PekalonganTOP lainnya di Google News
Banner
Seedbacklink
×
Berita Terbaru Update