-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Keajaiban Sintren Pekalongan: Dari Tarian Tradisional Hingga Aplikasi Digital

Selasa, 25 Juni 2024 10:21 AM WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-25T03:21:35Z
Pekalongan - Sintren Pekalongan adalah salah satu bentuk kesenian tari tradisional yang tumbuh subur di masyarakat Jawa Tengah, khususnya di Pekalongan. Tarian ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga mengandung nilai-nilai sejarah, budaya, dan spiritual yang mendalam. Di Kabupaten Pekalongan, Sintren dikenal sebagai salah satu warisan budaya yang sangat berharga dan masih dilestarikan hingga kini.

Sintren Pekalongan

Legenda Romantis di Balik Tari Sintren Pekalongan


Ada dua versi cerita yang melatarbelakangi lahirnya kesenian Sintren Pekalongan. Kedua versi ini sama-sama mengandung unsur romantisme yang kuat dan memberikan gambaran mengenai kekayaan budaya serta nilai-nilai luhur masyarakat Jawa pada masa lalu.

Versi Pertama: Kisah Sulasih dan R. Sulandono


Versi pertama dari asal-usul Sintren Pekalongan, berkisah tentang percintaan antara Sulasih dan R. Sulandono. Yang merupakan seorang putra Bupati di Mataram. Yang bernama Joko Bahu atau yang dikenal dengan nama Bahurekso dan istrinya, Rr. Rantamsari. Kisah cinta mereka tidak direstui oleh orang tua R. Sulandono. Ibunda R. Sulandono memerintahkannya untuk bertapa dan memberikan selembar kain atau sapu tangan sebagai sarana untuk bertemu dengan Sulasih setelah masa pertapaan selesai.

Sulasih diperintahkan menjadi penari pada setiap acara bersih desa agar bisa bertemu dengan R. Sulandono. Saat bulan purnama, ketika upacara bersih desa digelar, Sulasih menari sebagai bagian dari pertunjukan. R. Sulandono, yang turun dari pertapaannya secara diam-diam, membawa sapu tangan pemberian ibunya. Ketika Sulasih menari, ia mengalami trance atau kemasukan roh halus. R. Sulandono kemudian melemparkan sapu tangannya, membuat Sulasih pingsan. Saat itu, Sulasih dikenal sebagai Sintren, dan momen R. Sulandono melempar sapu tangan disebut balangan. Dengan kekuatannya, R. Sulandono berhasil membawa kabur Sulasih, dan mereka bersatu dalam pernikahan.

Versi Kedua: Kisah Bahurekso dan Rantamsari


Versi kedua menceritakan percintaan antara Ki Joko Bahu (Bahurekso) dan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung, Raja Mataram. Sultan Agung memerintahkan Bahurekso menyerang VOC di Batavia untuk memisahkan cinta mereka. Bahurekso berangkat dengan perahu Kaladita. Sebelum berpisah, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai tanda cinta kepada Rantamsari.

Kabar Bahurekso gugur di medan perang membuat Rantamsari sedih. Dengan rasa cintanya yang besar, Rantamsari menyamar menjadi penari Sintren bernama Dewi Sulasih untuk mencari Bahurekso. Dengan bantuan sapu tangan pemberian Bahurekso, ia akhirnya bertemu Bahurekso yang ternyata masih hidup. Karena kegagalannya menyerang Batavia, Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram dan memilih pulang ke Pekalongan bersama Rantamsari untuk melanjutkan pertapaannya. Sejak itu, mereka hidup bersama hingga akhir hayat.

Sintren Pekalongan

Sintren Login: Aplikasi Inovatif dari Dinas Kependudukan Pekalongan


Menariknya, nama Sintren tidak hanya dikenal sebagai kesenian tari tradisional. Saat ini, Sintren Pekalongan juga digunakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pekalongan sebagai nama sebuah aplikasi. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan terkait pencatatan sipil secara online. Terdapat halaman login Sintren Pekalongan khusus, yang bisa diakses oleh pengguna untuk melakukan berbagai layanan kependudukan, seperti pembuatan KTP, akta kelahiran dan lainnya.

Sintren Pekalongan: Dari Tradisi ke Teknologi


Penggunaan nama Sintren Pekalongan untuk aplikasi kependudukan bukan tanpa alasan. Ini adalah salah satu cara untuk mengingatkan masyarakat tentang warisan budaya yang berharga sambil mengintegrasikan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari. Sintren, yang awalnya dikenal sebagai tarian dengan makna spiritual dan romantis, kini juga menjadi simbol inovasi dan kemajuan.

Pelestarian Kesenian Sintren Pekalongan


Meski teknologi terus berkembang, pelestarian kesenian tradisional seperti Sintren tetap menjadi prioritas. Pemerintah Kabupaten Pekalongan dan masyarakat setempat terus berupaya menjaga eksistensi Sintren melalui berbagai cara, termasuk pertunjukan rutin, festival budaya, dan pendidikan kesenian di sekolah-sekolah.

Kehadiran Sintren Pekalongan dalam bentuk tarian dan aplikasi modern menunjukkan betapa kaya dan fleksibelnya budaya kita. Keduanya saling melengkapi dan memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dalam hal hiburan, edukasi, maupun pelayanan publik.

Menjaga Warisan Budaya Melalui Sintren Pekalongan


Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya seperti Sintren. Dengan memahami asal-usul dan makna di balik kesenian ini, kita dapat menghargai nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi seperti aplikasi Sintren Pekalongan, kita juga dapat mendukung kemajuan dan inovasi di berbagai bidang.

Sintren Pekalongan adalah cerminan kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki oleh masyarakat Jawa Tengah. Dari legenda percintaan yang mengharukan hingga inovasi teknologi dalam bentuk aplikasi kependudukan, Sintren terus menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Pekalongan. Mari kita lestarikan dan manfaatkan warisan budaya ini dengan sebaik-baiknya, untuk generasi sekarang dan yang akan datang.


Cek Berita dan Artikel PekalonganTOP lainnya di Google News

Cek Berita dan Artikel PekalonganTOP lainnya di Google News
Banner
Seedbacklink
×
Berita Terbaru Update